Ujian Take Home
Evaluasi dan Assesment Pada Pembelajaran Biologi
Disusun Oleh :
8106 173 036
DOSEN PENGAMPU: Dr. Hasruddin, M. Pd
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
1.
Bagaimana
persyaratan alat ukur yang baik?
Jawab:
Penilaian
kegiatan belajar – mengajar dengan program pendidikan akan dapat mencapai
tujuan yang diinginkan secara teliti apabila alat ukur yang dipakai memenuhi
kriteria atau syarat-syarat alat ukur yang baik dan benar; diadministrasikan
secara baik dan diolah secara objektif menurut kriteria yang tepat. Alat ukur
yang baik hendaklah memenuhi beberapa syarat-syarat, antara lain :
1.
Validitas
Sebuah alat ukur disebut valid apabila alat ukur tersebut dapat tepat
mengukur apa yang hendak diukur.
2.
Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Alat ukur
dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila
diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes
tersebut menunjukkan ketetapan.
3.
Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan
tes itu tidak ada factor subjektif yang mempengaruhi.
4.
Prakitikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. Tes yang baik adalah
yang mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan
petunjuk-petunjuk yang jelas.
5.
Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut
tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu
yang lama.
2.
Bagaimana Cara menentukan Validitas isi, konstruksi, dan empiris
Jawab:
·
Cara
menentukan Validitas isi
Validitas
isi menunjukkan sejauh mana sebuah instrumen mencerminkan isi yang dikehendaki,
atau suatu sampel harus benar-benar mewakili universum isi secara keseluruhan. Untuk
memperoleh evaluasi eksternal dari validitas isi dapat dengan meminta sejumlah ahli pendidikan untuk memeriksa secara
sistematis isi ataupun
bahasa/redaksi instrumen yang telah disusun serta mengevaluasi
relevansi yang telah ditentukan. Sebuah
tes dikatakan mempunyai validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi dan mengungkapkan isi suatu konsep
atau variabel yag hendak di ukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu
mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur
seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk
hal-hal lainnya.
·
Cara
menentukan Validitas konstruksi
Validitas
konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur
dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Untuk dapat menentukan
validitas konstruksi ini adalah dengn menyusun pertanyaan yang akan dilakukan
dalam penelitian kemudian melakukan konsultasi kepada ahli (exspert). Pendapat
beberapa ahli dianggap sebagai dasar utama untuk melakukan uji coba
kuesioner. Pada beberapa referensi
pendapat ahli yang diminta setidaknya adalah berpendidikan doctor. Setelah
mendapatkan masukan dari beberapa ahli kemudian dilakukan uji validitas dengan
melihat korelasi antar item pertanyaan.
·
Cara
menentukan Validitas empiris
Validitas empiris adalah validasi suatu instrumen dengan
membandingkannya dengan instrument pengukuran lainnya yang sudah valid dan
reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka
instrumen tersebut mempunyai validitas empiris. Contohnya Jika seseorang
menyelidiki hubungan antara skor suatu tes bakat skolastik dengan indeks
prestasi (IP) di perguruan tinggi, itu berarti bahwa suatu peneliti menyelidiki
validitas tes berbakat tersebut yang dikaitkan dengan suatu kriteria. Dalam hal
ini kriteria tersebut adalah IP. Seberapa jauh skor tes berkaitan dengan
keberhasilan diperguruan tinggi seperti yang diukur oleh IP merupakan petunjuk
seberapa jauh tes berbakat tersebut mempunyai validitas yang dikaitkan dengan
kriteria untuk meramalkan IP.
3.
Bagaimana
Cara menentukan reliabilitas
Jawab:
Dalam menentukan reliabilitas sebuah
alat evaluasi dalam hal ini instrumen tes, dapat dikelompokkan berdasarkan
jenis instrumen tersebut, yaitu: (1) Tes Objektif , (2) Tes Uraian, dan (3) Tes
Afektif.
1.
Reliabilitas Tes Objektif
Menentukan koefisien reliabilitas tes
objektif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
A. Teknik Belah Dua
Teknik
belah dua adalah teknik analisis yang digunakan dengan cara instrumen tes
objektif dibelaj menjadi dua bagian yang sama, artinya jumlah soal yang harus
dianalisis memiliki jumlah soal yang genap (agar terbagi rata), berikut ini
beberapa fungsi (formula) yang digunakan dalam menentukan koefisien
reliabilitas dari teknik belah dua, yaitu:
- Formula Spearman-Brown
Langkah pertama yang dilakukan
adalah menghitung reliabilitas bagian (setengah) instrumen tes objektif
tersebut, dengan rumus:
Jika
reliabilitas bagiannya telah ditemukan maka langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai koefisien reliabilitasnya dengan rumus:
2.
Formula
Rulon
Konsep
formula Rulon adalah perbedaan antara skor yang diperoleh subjek pada belahan
pertama dengan belahan kedua, perbedaan ini dipandang sebagai galat (error)
dari instrumen tes objektif. Persamaan yang digunakan adalah:
Dengan:
3. Formula
Flanangan
Koefisien
reliabilitas menurut Flanangan berdasarkan pada varians masing-masing belahan
dan varians totalnya. Dengan formula, sebagai berikut:
B.
Teknik Non Belah Dua
Uji
reliabilitas dengan teknik non belah dua dikembangkan oleh Kuder dan
Richardson, hasil pengembangan ini kemudian disebut dengan rumus KR-20 dan
KR-21.
- Formula KR-20.
Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p
: proporsi subjek yang menjawab benar butir soal ke-i
q
: proporsi subjek yang menjawab salah butir soal ke-I (q = 1 – p)
Jum.pq
: Jumlah hasil kali p dan q
n
: Banyaknya item
S
: Standar deviasi (akar varians)
2.
Formula KR-21
Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
n : Banyaknya item
Xt : Rerata skor total
4.
Jelaskan
bagaimana menilai dengan menggunakan portofolio?
Jawab:
Portofolio berisikan
beragam tugas; disebut juga artifak, antara lain : draft mentah, nilai,
makalah, benda kerja, kritik dan ringkasan, lembaran refleksi diri, pekerjaan
rumah, jurnal, respon kelompok, grafik, lembaran catatan dan catatan diskusi.
Dapat juga diartikan sebagai kumpulan kertas-kertas berharga dari suatu pekerjaan
tertentu. Pengertian portofolio di sini adalah suatu kumpulan pekerjaan peserta
didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan
yang ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan
tujuan portofolio. Penilaian portofolio juga merupakan penilaian berbasis kelas
terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan
terorganisir yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu
tertentu, penilaian portofolio tidak saja dapat dilakukan oleh guru di sekolah
akan tetapi juga dapat dilakukan oleh orang tua di rumah dalam memantau
perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu. Cara untuk
menggunakan portofolia terdiri beberapa langkah:
Langkah
Pertama:
Menentukan Maksud
atau Fokus Portofolio
Di dalam langkah ini guru melakukan kegiatan
1. menentukan tujuan
penilaian dengan protofolio: apakah untuk memantau proses pembelajaran (process
oriented), atau mengevaluasi hasil belajar (product oriented), atau
keduanya
2. menentukan untuk apa
penilaian dengan portofolio digunakan: apakah untuk menunjukkan proses
pembelajaran kepada orang tua, atau penilaian pada akhir pembelajaran, atau
pada akhir jenjang pendidikan 3. menentukan relevansi (kaitan) antara evidence
dan tujuan (kompetensi) yang akan dinilai: perlu ditentukan apakah ada
penilaian diri, audio, esai; apakah boleh dikerjakan bersama (kelompok)
4. menentukan seberapa
banyak evidence yang ada di portofolio akan digunakan sebagai bahan
penilaian
5. menentukan kompetensi
(standar, dasar, dan indikator) apa yang ketercapaiannya hendak dinilai dengan
portofolio
6. menentukan evidence yang
dikumpulkan: apakah hanya karya terbaik, atau pertumbuhan atau perkembangannya,
atau keduanya
7. menentukan apakah
portofolio akan dipakai untuk penilaian formatif, atau sumatif, atau keduanya.
Catatan: Ada contoh yang dipakai di Australia. Di dalam The
Student Need Assessment Procedures diputuskan portofolio untuk penilaian
formatif dan sumatif terhadap kemampuan siswa berbicara dan menulis dalam
bahasa Inggris. Isinya:
Oral:
Dua sampel diambil dari:
1. retelling a story
2. reporting on a process
3. giving an opinion
Written:
Tiga sampel
diambil dari:
1. a recount
2. an argument
3. a narrative or a report
8. menetapkan siapa yang menentukan isi
portofolio: apakah guru saja, guru dan siswa, atau pihak lain (misalnya orang
tua).
Langkah Kedua:
Menentukan Aspek Isi yang Dinilai
Di dalam langkah ini guru melakukan kegiatan
1. menentukan hanya karya
terbaik siswa, atau karya yang berisi perkembangan belajarnya
2. menentukan pengetahuan,
keterampilan, atau sikap apa yang menjadi aspek utama untuk dinilai
3. menentukan banyaknya evidence
yang akan digunakan sebagai bahan penilaian.
Langkah Ketiga:
Menentukan
Bentuk, Susunan, atau Organisasi Portofolio. Di dalam langkah ini guru
melakukan kegiatan
1.
menentukan bentuk
portofolio Catatan: Pada umumnya bentuk portofolio terdiri atas (a)
daftar isi dokumen, (b) isi dokumen, (c) batasan (pembatasan) untuk setiap
dokumen (misalnya dengan kertas berwarna sebagai pembatas), dan (d) catatan
guru dan orang tua.
2.
menentukan jenis isi
dokumen, maksudnya, menentukan kompetensi dasar dan indikator apa yang harus
dicapai dalam wujud evidence (yang mungkin berupa karya cipta atau
catatan laporan, atau yang lain)
3.
memberikan
catatan/komentar/nilai terhadap setiap evidence oleh guru/ orang tua
Langkah Keempat:
Menentukan Penggunaan Portofolio. Dalam langkah ini guru
melakukan kegiatan
1. menentukan
penggunaannya: apakah untuk siswa saja, atau orang tua saja, atau kepala
sekolah, guru lain, dan siswa lain
2. menentukan pembobotan nilai portofolio
terhadap komponen penilaian lain dalam rangka penentuan nilai akhir/rapor.
Langkah Kelima:
Menentukan Cara Menilai Portofolio. Dalam
langkah ini guru melakukan kegiatan:
1.
menentukan pedoman
(rubrik) penskoran untuk setiap isi portofolio
2.
menentukan
penilaiannya oleh guru sendiri atau guru dan siswa
3.
menentukan pembuatan
rubrik (pedoman penilaian secara rinci) lebih dahulu untuk menentukan penilaian
atas portofolio; (penilaian sebaiknya tidak hanya didasarkan pada keberhasilan,
tetapi juga atas prosesnya). Itulah sebabnya, kriteria yang sebaiknya dipakai:
·
bukti terjadinya
proses
·
mutu kegiatan: apakah
menunjukkan peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan melibatkan
beberapa materi pokok, atau tidak,
·
keragaman pendekatan
yang dipakai
Langkah Keenam:
Menentukan Bentuk atau Penggunaan
Rubrik. Dalam langkah ini ditentukan apakah nilai portofolio akan dinyatakan
sebagai satu skor saja dalam keseluruhan penilaian, atau tidak.
Untuk menugasi siswa membuat portofolio, guru
membuat persiapan sebagai berikut.
1. menentukan maksud
portofolio: guru menetapkan apakah untuk menilai karya terbaik, atau menilai
kemajuan siswa
2. menyesuaikan tugas
dengan kurikulum, atau menyesuaikan tugas dengan tujuan mata pelajaran
(kompetensi dan indikatornya)
3. menentukan indikasi:
guru menentukan butir-butir apa yang harus terdapat dalam portofolio
4. menentukan format
portofolio
5. menentukan pembatasan
kuantitas, maksudnya panjang portofolio perlu dibatasi supaya tidak menjadi
beban guru
6. menentukan rubrik (pedoman penskoran)
5.
Bagaimana
mendapatkan siswa yang mengalami kesulitan belajar dan bagaimana cara
menindaklanjutinya?
Jawab:
Siswa yang mengalami kesulitan belajar
seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala
yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif,
konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain :
- Menunjukkan hasil belajar yang
rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di
bawah potensi yang dimilikinya.
- Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada
siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya
selalu rendah
- Lambat
dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
- Menunjukkan
sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
- Menunjukkan
perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas,
tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
- Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih
atau menyesal, dan sebagainya.
- Sementara
itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa
dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan
gagal dalam belajar apabila :
- Dalam
batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
- Tidak
dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan
ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa
ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
- Tidak
berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater)
B.
Cara menindaklanjuti siswa yang mengalami kesulitan belajar:
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
- Call them approach; melakukan
wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan
cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan
bimbingan.
- Maintain good relationship;
menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi
jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan
belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
- Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa
akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan
siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes
inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis
bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
- Melakukan analisis terhadap
hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis
kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
- Melakukan analisis sosiometris,
dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan
penyesuaian social.
2.
Identifikasi Masalah
Langkah
ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa
dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3.
Diagnosis
Merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis,
diagnosis dapat diartikan sebagai upaya atau proses menemukan kelemahan atau
penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui
pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya.
Maka hal yang
harus dilakukan oleh guru dalam mendiagnosis kesulitan belajar terdiri dari
langkah-langkah berikut:
·
Melakukan observasi kelas untuk melihat
perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran
·
Memeriksa penglihatan dan pendengaran
siswa, khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar
·
Mewawancarai orang tua/wali siswa untuk
mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar
·
Memberikan tes diagnostik bidang
kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat
kesulitan belajar yang dialami siswa
·
Memberikan tes kemampuan inteligensi
(IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
4.
Prognosis
Langkah
ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan
cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan
ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu
dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten
untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5.
Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika
jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau
guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
6.
Evaluasi dan Follow Up
Cara
manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan
bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa.