comment this page



Psikologi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan anak merupakan hal yang penting untuk kita pelajari dan kita pahami selaku calon pendidik. Banyak para pendidik yang belum memahami perkembangan - perkembangan anak. Sehingga masih ada pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran tanpa melihat perkembangan anak didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidakseimbangan antara system pembelajaran dengan perkembangan anak yang akan menyulitkan anak didik mengikuti system pembelajaran yang ada. Dengan mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita akan mudah mengetahui system pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan sesuai dengan perkembangan anak didik.
Untuk mengembangkan potensi anak didik dan menciptakan generasi - generasi masa depan yang berkualitas, maka diperlukan adanya pemahaman tentang perkembangan anak didik. Dengan demikian, sebagai pendidik kita diharuskan mengetahui dan memahami perkembangan dan peserta didik.
Pendidikan sebagai upaya untuk mentransformasikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya.

BAB II
ISI

A. Domain Perkembangan
Pendidikan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan membantu perkembangan peserta didik. Oleh karena itu pendidikan perlu disesuaikan dengan proses dan tahapan perkembangan.
Beberapa prinsip perkembangan perlu dipahami untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berbasis pada perkembangan yaitu :
1. Perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional merupakan domain yang saling berkaitan. Perkembangan dalam satu domain dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan pada domain lainnya. Pengetahuan hubungan antar domain ini dapat digunakan untuk merencanakan proses belajar siswa.
2. Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif teratur dengan kemampuan keahlian dan pengetahuan yang terbentuk kemudian akan didasarkan pada keahlian, kemampuan dan pengetahuan yang sudah diperoleh sebelunya.
3. Variasi individual mengkarakterisasi perkembangan anak. Setiap anak adalah individu yang unik dan semua punya kekuatan, kebutuhan dan minat masing-masing.
4. Perkembangan dipengaruhi oleh konteks sosial dan kurtular yang beragam, guru perlu memahahami bagaimana konteks sosio kultural seperti etnis, kemiskinan yang mempengaruhi perkembangan anak.
5. Anak-anak adalah pembelajar aktif dan harus didorong untuk mengkonstruksi pemahaman dunia di sekitarnya. Anak-anak memberi kontribusi proses belajar mereka sendiri saat merekaberusaha untuk memberi makna atas pengalaman keseharian mereka.
6. Perkembangan akan mengikat jika anak diberi kesempatan untuk mempraktikkan keahlian baru dan jika anak merasa tantangan di luar kemampuan mereka saat itu.
7. Anak-anak akan berkembang dengan amat baik dalam konteks komunitas dimana mereka aman dan dihargai kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka aman secara psikologis.

B. Perkembangan Fisik
Proses belajar berlangsung secara fisik dan mental. Anak melakukan berbagai aktivitas fisik sebagai pengalaman belajar. Kondisi panca indra, normalitas anggota tubuh, asupan gizi dan keadaan kesehatan secara menyeluruh mempengaruhi proses belajar. Seorang siswa yang sedang lapar tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan tugas-tugas belajar, karena perhatiannya lebih terpusat kepada perasaan lapar yang dirasakannya.
Demikian juga halnya dengan perkembangan fisik yang terlalu cepat atau terlambat dari ukuran anak-anak seusianya akan dapat mempengaruhi perilaku anak belajar di antara sebayanya. Masa pubertas berhubungan dengan perubahan hormon di dalam diri individu yang berakibat pada perubahan fungsi-fungsi fisiologis. Akibatnya para siswa di usia pubertas sering mengalami gangguan fisik dalam belajar. Misalnya, perubahan bentuk dan berat badan, suara yang membesar, gerakan fisik yang semakin lamban, mudah ngantuk, perasaan tidak nyaman ketika mengalami haid, semua ini memberi pengaruh terhadap suasana belajar siswa.
Guru perlu menyadari bahwa keadaan fisik dan semua perubahan-perubahan yang dialami siwa dalam proses perkembangannya mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu guru perlu memberi informasi kepada siswa tentang hal ini sehingga mereka dapat memahaminya secara benar dan siap secara mental menghadapinya. Dengan cara ini, faktor-faktor fisik yang kemungkinan akan menghambat proses belajar siswa dapat dikendalikan sehingga tidak sampai berpengaruh secara meluas.
C. Perkembangan Kognitif
Dalam psikologi, proses mengetahui dipelajari dalam bidang psikologi kognitif. Bidang ini dipelopori oleh J.J. Piaget, yang terkenal dengan teori pentahapan kognitifnya yang disebut perkembangan kognitif.
Menurut Monks, Knoers & Haditono (1992), teori Piaget tentang perkembangan kognitif banyak dipengaruhi oleh bidang ilmu biologi dan epistemologi (ilmu mengenai pengenalan, asal-muasal). Sementara itu, Miller (1993) berpendapat bahwa teori Piaget merupakan teori pentahapan yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan.
1. Definisi Kognisi
Neisser (1967) dalam Morgan, et al. (1986), mendefinisikan kognisi sebagai proses berpikir dimana informasi dari pancaindera ditransformasi, direduksi, dielaborasi, diperbaiki, dan digunakan.
Morgan, dkk.. (1986) menyatakan bahwa kognisi sebagai pemrosesan informasi tentang lingkungan yang dipersepsikan melalui pancaindera. Menurut Santrock (1986), kognisi mengacu kepada aktivitas mental tentang bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, disimpan dan ditransformasi, serta dipanggil kembali dan digunakan dalam aktivitas kompleks seperti berpikir.
2. Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya
3. Tahap-tahap perkembangan
Perkembangan kognitif berlangsung dalam urutan empat tahap yaitu :
a. Tahap Sensori Motorik
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
b. Tahap Praoperasional
Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya.
c. Tahap Operasional Kongkret
Tahapan ini muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
- Pengurutan,kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
- Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
- Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
- Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
- Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
- Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
d. Tahap operasional formal
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit
D. Perkembangan Sosioemosional
1. Teori Ekologi Bronfenbrener
Teori ini dikembangkan Brobfenbrener ( 1917-2000 ). Fokus utama teori ini adalah konteks social dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak.
Teori ini dibagi atas lima sistem, yaitu:
a. Mikrosistem adalah sistem dimana individu menghabiskan waktu paling banyak seperti keluarga, tetangga, guru, teman sebaya dan orang lain.
b. Mesosistem adalah kaitan antar sistem. Contohnya adalah hubungan antara pengalaman di rumah dengan pengalaman di sekolah.
c. Ekosistem adalah sistemyang terjadi ketika pengalaman di setting lain (murid tidak aktif) mempengaruhi pengalaman siswa dan guru dalam konteks mereka sendiri.
d. Makrosistem adalah kultur yang lebih luas, mencakup etnis, adat istiadat, faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak
e. Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak.
Kelima sistem ini, menurut Bronfenbrener memberi pengaruh terhadap perkembangan individu. Oleh karena dalam mendidik anak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai sistem lingkungan dan dipengaruhi oleh sistem itu.
2. jalinan hubungan sekolah dengan masyarakat baik
3. sadari arti komunitas, status sosioekonomi dan kultur dalam perkembangan anak.
4. pendidikan komprehensif yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
2) Teori Perkembangan Rentang Hidup Erikson
Erikson mengemukakan teori tentang perkembangan seseorang melalui tahapan. Masing-masing tahap memiliki sisi positif dan negatif.
a. Tahap psikososial yang pertama adalah kepercayaan versus ketidakpercayaan.
b. Tahap yang kedua adalah otonomi versus malu dan ragu, terjadi pada masa bayi akhir ketika anak mulai dapat berjalan.
c. Tahap yang ketiga adalah inisiatif versus rasa bersalah, berlangsung sekitar usia tiga hingga lima tahun.
d. Tahap yang keempat adalah upaya versus inferioritas, berlangsung kira-kira diusia enam tahun hingga puberitas.
e. Tahap yang kelima adalah identitas versus kebingungan, yang terjadi pada usuia remaja.
f. Tahap berikutnya adalah intimasi versus isolasi, berlangsung pada masa dewasa awal. Tugas perkembangannya adalah membentuk hubungan positif dengan orang lain.
g. Tahap berikutnya adalah generativitas versus stagnasi, berlangsung pada usia lima puluhan.generativitas berarti mentransmisikan sesuatu yang positif kepada generasi berikutnya.
Mendidik anak berdasarkan teori Erikson, diantaranya:
1. mendorong anak untuk berinisiatif
2. mempromosikan usaha belajar untuk anak-anak SD.
3. ajak remaja untuk mengeksplorasi jati dirinya.
4. mengkaji diri sebagai guru dengan lensa delapan tahapan perkembangan Erikson.
5. mengkaji model untuk generasi penerus memberi dan memberi kontribusi positif secara aktif terhadap perkembangan peradapan kehidupan manusia.
3) Perkembangan Sosioemosional
Perkembangan ini berhubungan dengan perkembangan diri, penghargaan diri.
Empat kunci untuk meningkatkan rasa harga diri yaitu:
a. Mengidentifikasi penyebab rendah diri dan kompetensi penting bagi diri
b. Memberi dukungan emosional dan penerimaan sosial
c. Membantu anak mencapai tujuannya dan berprestasi
d. Mengembangkanketerampilan mengatasi masalah.

E. Perkembangan Moral
Dari segi etimologi, moral berasal dari kata mores (latin) yang berarti dapat kebiasaan atau cara hidup, sedangkan nilai dari kata value yang berarti harga. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah psikologis merupakan hasil dari serangkaian proses psikis yang mengarahkan seseorang pada suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan keyakinannya.
Berkenaan dengan itu, Kleinberger (1982) seorang filosof, mengidentifikasi tiga tipe dari teori etika (ethical) dalam hubungannya dengan masalah ini.
1. Tipe rasionalis, yaitu seorang etis murni, yang menurut Kleinberger diwakili oleh Immanuel Kant dan Kohlberg. Tipe ini memandang penalaran moral itu sebagai suatu keharus serta mencukupi bagi lahirnya suatu tindakan moral.
2. Tipe naturalistis, yaitu seorang etis yang bertanggung jawab yang menurut Kleinberger diwakili oleh Aristoteles dan John Dewey. Tipe ini berpandangan bahwa penalaran moral itu memang merupakan suatu keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk melahirkan suatu tindakan moral.
3. Tipe behavioristik sosial, yang memandang perbuatan yang lahir sejalan dengan nilai moral yang telah diterima, sebagai suatu kondisi yang mencukupi bagi lahirnya moralitas suatu tindakan atau badan (Kurtines, William M. & Jacob L. Gerwitz 1993: 89).
Adapun William McDougall memandang manusia dikukuhkan dengan naluri moral, yang secara bertingkat berkembang menurut rencana Alami. Tahapan-tahapan perkembangan moral dalam bayangan Mc Dougall ini dipandang sejalan dengan tahapan – tahapan perkembangan fisik.
1. tahapan perilaku naluriah, yang hanya dapat dipengaruhi oleh rasa sakit dan senang yang dialami seseorang secara kebetulan, dalam rangka kegiatan naluriahnya.
2. dalam tahapan kedua ini cara beroperasinya gejolak naluriah dimodifikasi melalui pengaruh hadiah dan hukuman yang kurang lebih secara sistematis dialaminya dari lingkungan sosialnya.
3. dalam tahapan ketiga, perbuatan seseorang terutama dikendalikan oleh antisipasi akan kemungkinan mendapatkan pujian dan celaan.
4. dalam tahapan tertinggi ini perbuatan diatur oleh suatu pengaturan ideal yang memungkinkan seseorang bertindak selaran dengan apa yang dipandangnya benar, lepas dari persoalan, apakah ia akan mendapatkan pujian atau celaan dari lingkungan sosial yang terdekat”.
Berkembangnya moral seseorang dari suatu tahap ke tahap berikutnya sangat tergantung dari perkembangan fisiknya atau biologis, psikologis (kognisi dan emosi), dan sosialnya, yang disebut faktor intern. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, misalnya keluarga, teman sebaya, sekolah, budaya/adat istiadat, media massa, lingkungan sosial yang disebut faktor ekstern. Faktor ekstern ini terjadi baik secara sengaja melalui proses sosialisasi, ataupun tidak sengaja melalui proses enkulturisasi dan akulturasi.
Pendidikan juga merupakan salah satu usaha mengembangkan moral anak yang mencakup dua proses sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini ada empat pilar pendidikan UNESCO (Delor, 1997) yang dapat dijadikan pedoman dalam mendidik moral :
  • learning to know (belajar mengetahui)
  • learning to do (belajar berbuat)
  • learning to be (belajar menjadi diri sendiri)
  • learning live together (belajar hidup bersama).
Merupakan pijakan yang kuat bagi orang tua untuk mengajarkan dan mendidik moral anak (Andayani, 2004: 3). Dari empat pilar pendidikan tersebut maka pendidik memiliki peran penting sebagai berikuti:
1. memperluas wawasan pengetahuan anak tentang nilai-nilai, sehingga mereka dapat memberikan alasan-alasan moral (moral reasoning) yang tepat sebelum mereka mewujudkannya dalam tindakan
2. membimbing anak agar terampil melakukan suatu tindakan dari apa yang diyakininya sebagai nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.
3. mengarahkan anak agar memiliki sifat-sifat baik yang melekat, agar konsistensi, intensitas, dan frekuensi dalam melakukan hal-hal yang terpuji menjadi satu kebiasaan sebagai wujud adanya internalisasi nilai moral.
4. membimbing anak untuk selalu harmonis dengan lingkungannya, karena sebagai bagian dari masyarkaat mereka hidup selalu bersinggungan dengan orang lain. Oleh karena itu, untuk menjaga keharmonisan itu anak perlu dibiasakan untuk menampilkan perilaku-perilaku yang baik sehingga dapat hidup bahagia bersama dengan orang yang lain tanpa merugikan

BAB III
PENUTUP

Pendidikan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan membantu perkembangan peserta didik. Oleh karena itu pendidikan perlu disesuaikan dengan proses dan tahapan perkembangan. Perkembangan kognitif berlangsung dalam urutan empat tahap yaitu :
a. Tahap Sensori Motorik
b. Tahap Praoperasional
c. Tahap Operasional Kongkret
d. Tahap operasional formal
Pendidikan juga merupakan salah satu usaha mengembangkan moral anak yang mencakup dua proses sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini ada empat pilar pendidikan UNESCO (Delor, 1997) yang dapat dijadikan pedoman dalam mendidik moral :
e. learning to know (belajar mengetahui)
f. learning to do (belajar berbuat)
g. learning to be (belajar menjadi diri sendiri)
h. learning live together (belajar hidup bersama).

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Tri Rezeki. (2004). “Moral, Tak Hanya Sebuah Nilai” Makalah SeminarNasional, Yogyakarta, 4 September.

Kurtines, William M. & Jacob L. Gerwitz. (1993). Moralitas Perilaku Moral, dan Perkembangan

Mora (Penerjemah M.I Soelaeman), Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.

file:///C:/Users/ /Documents/psikologi%20pend/revitalisasi-pendidikan-agama-dalam.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif




0 comments:

Posting Komentar

Back to TOP